Seiring berjalannya waktu, perkoperasian
Indonesia seakan ”hidup segan, mati tak mau”. Yang lebih sering terdengar di
negeri ini hanya kegagalan-kegagalan yang terjadi pada koperasi di Indonesia.
Walaupun pemerintah telah memiliki kementerian yang menangani koperasi, namun
kemauan pemerintah untuk membangun koperasi belum sepenuh hati. Hal ini
menghambat fungsi koperasi sebagai urat nadi perekonomian Indonesia.
Koperasi sebagai sokoguru perekonomian
Indonesia pun nampaknya kurang lagi tepat dengan keadaan saat ini. Koperasi
yang diharapkan sebagai penggerak perekonomian rakyat Indonesia, pada
kenyataannya hanyalah sebagai angin lalu saja. Cukup banyak koperasi yang
bermunculan, namun banyak pula yang hanya meninggalkan namanya saja dan hilang
seiring berjalannya waktu. Pada hal sesungguhnya koperasi hadir sebagai wadah
untuk mensejahterakan masyarakat.
Salah satu contohnya adalah Koperasi Unit
Desa (KUD) yang semakin hari semakin tenggelam namanya. Biasanya KUD membawahi
beberapa usaha seperti Unit Simpan Pinjam, pakan ternak, obat-obatan pertanian
dan pembayaran listrik. Biasanya kendala utama yang membuat koperasi ini seolah
hidup segan mati tak mau adalah banyaknya tengkulak sayur. Ulah tengkulak dalam
perekonomian masyarakat Indonesia memang sudah menjadi cerita lama. Keberadaan
tengkulak tentu saja merugikan petani, sebab dengan modal yang mereka miliki,
mereka mampu menguasai pasar dan membeli hasil pertanian dengan harga murah,
kemudian menjual kembali dengan harga jauh diatas harga beli yang bertujuan mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya. Hal ini
yang mematikan nasib para petani. Namun untuk mengurangi dampak dan kerugian
yang disebabkan oleh para tengkulak, para petani menggelar pasar umum untuk
menjual hasil pertaniannya langsung ke tangan para konsumen tanpa harus melalui
para tengkulak.
Pemerintah sebagai regulator dirasa belum
mampu berbuat banyak terhadap penentuan harga sayur dipasar. Saat ini berbeda
dengan saat dimana Soeharto masih menjabat sebagai presiden, sekarang hanya
sebatas mengkoordinir namun tidak ada tindak lanjutnya. Misalnya saja,
dulu ketika zaman orde baru, distribusi pupuk dari pemerintah disalurkan
melalui koperasi, namun saat ini pemerintah lebih percaya kepada distributor
tunggal. Hal ini sangat disayangkan karena akan mematikan koperasi secara
perlahan dan hanya menguntungkan pihak distributor tunggal yang memang lebih
bermodal besar.
Mungkin saat ini di KUD hanya unit simpan
pinjam lah yang masih berjalan dengan baik. Prinsip simpan pinjam di KUD tidak
seperti bank. Jika di bank untuk meminjam uang harus menggunakan jaminan, di
KUD untuk meminjam uang jaminannya hanya berupa modal kepercayaan atau
kekeluargaan saja. Inilah asas yang sering dilupakan oleh KSP (Koperasi
Simpan Pinjam). Banyak Koperasi Simpan Pinjam kini bertindak sebagai Bank
Perkreditan Rakrat (BPR).
KUD merupakan salah satu sektor primer yang
memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. Artinya,
terhambatnya KUD menjadi cermin seretnya kemajuan perekonomian di pedesaan dan
hal ini membuat ancaman pengangguran di pedesaan semakin bertambah .
Dari sini tampak jelas kemauan pemerintah
membangun perekonomian berbasis kerakyatan belum sepenu hati. Pemerintah seolah
tak serius memajukan perekonomian berbasis kerakyatan ini. Hal ini disebabkan
banyak program yang sesungguhnya bermanfaat besar bagi masyarakat namun tidak
tersosialisasikan dengan baik. Salah satu contohnya yaitu standarisasi aturan
pendirian koperasi yang tidak jelas.
Akibatnya masing-masing notaris memiliki aturan yang berbeda-beda dalam
menentukan persyaratan pendirian koperasi. Situasi ini diperparah lagi
oleh kemauan pemerintah yang terlanjur memilih sistem ekonomi liberal sebagai
jiwa pembangunan ekonomi Indonesia. Padahal ekonomi pedesaan pada umumnya dan
koperasi khususnya, tidak mungkin dibiarkan sendiri “berperang” menghadapi para
pengusaha yang memiliki modal besar. Seharusnya, pemerintah memberi
perlindungan, perhatian dan bantuan lebih besar pada koperasi dan perekonomian
desa.
Hambatan lain yang dihadapi koperasi atau ekonomi kerakyatan adalah dari sisi
permodalan. Kemampuan koperasi, terutama KUD, untuk mendapatkan akses
pembiayaan terkendala aturan main yang ada di bank. Padahal dana masyarakat
yang terkumpul di bank sudah mencapai Rp 2.100 trilliun. Sesuai dengan
ketentuan perbankan, 80% dari dana masyarakat itu seharusnya dikembalikan ke
masyarakat dalam bentuk pinjaman atau Loan Deposit Ratio (LDR). Tapi,
kenyataannya, hingga 2010 pengembalian dana atau LDR perbankan ke masyarakat,
misalnya untuk sektor pertanian, baru mencapai 5%. Penyebabnya, tak lain,
karena masyarakat kecil umumnya dan koperasi pada khususnya tidak sanggup
memenuhi syarat untuk mendapatkan kucuran kredit yang dikenal dengan prudential
bank berupa 5 C (capital, condition, character, capacity dan collateral). Dari
kelima prudential bank itu yang paling sulit dipenuhi oleh koperasi adalah
collateral atau agunan. Agunan berupa sertifikat tanah adalah paling layak oleh
bank, tapi bagi petani cukup memberatkan. Karena, sebagian besar petani pemilik
sawah belum tentu memiliki sertifikat. Syarat lainnya, yang juga sulit, adalah
soal karakter hasil pertanian yang dikelola KUD memiliki risiko yang sangat
besar. Perbankan menganggap syarat ini penting lantaran sifat barang-barang
produk pertanian mudah rusak, dan tidak tahan lama. Ternyata belum ada upaya
untuk memperbaiki peraturan perbankan ini. Padahal aturan itu seharusnya bisa
diubah oleh DPR, kalau memang benar-benar mau memperjuangkan masyarakat.
Nyatanya, hingga kini peraturan itu masih tetap berlaku, akibatnya masyarakat
kesulitan mendapat kredit. Padahal masalah permodalan sudah sejak lama menjadi
kendala dalam memajukan ekonomi masyarakat.
Akibat dari itu semua, yang terjadi kemudian terjadi saling tidak percaya
antara petani dan koperasi di satu pihak dengan bank di lain pihak. Sehingga
yang terjadi sekarang banyak petani dan koperasi yang memercayakan penyimpanan
uangnya di bank, tetapi bank tidak mempercayai petani atau koperasi sebagai
salah satu penerima kredit.
Referensi :
http://partaigerindra.or.id/2012/01/05/koperasi-hidup-segan-mati-tak-mau.html
http://kavlingsepuluh.blogspot.com/2012/05/koperasi-nasibmu-kini.html#!/2012/05/koperasi-nasibmu-kini.html
http://gunadarma.ac.id
by: Ratu Citra Dewi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar