Selasa, 08 Januari 2013

Review Novel Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Mengangis


Data Buku :
Ø   Judul buku         : Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis
Ø   Penulis                : Paulo Coelho
Ø   Penerbit              : PT. Gramedia Pustaka Utama
Ø   Tebal                  : 222 halaman
SINOPSIS CERITA
“Cinta adalah perangkap. Ketika ia muncul, kita hanya melihat cahayanya, bukan sisi gelapnya.”
Novel ini berceritakan tentang dua orang sahabat, pria dan wanita. Mereka tinggal di sebuah kota kecil, Soria, di Spanyol. Si wanita bernama Pilar yang memilih Zaragosa sebagai tempatnya untuk meneruskan sekolah. Sedangkan si pria bernama Sebastian memlih untuk melihat dunia dan menjadi seorang pemimpin spiritual.
Pilar adalah seorang gadis yang tumbuh dewasa dan merangkai cinta dengan kekasih-kekasih hatinya. Namun disisi hidup nya ia pernah menjalin cinta dengan teman pria masa kecilnya. Karena waktu dan jarak mereka menjadi sahabat pena, kekasihnya itu sering bercerita tentang kehidupannya. Walaupun jarak dan waktu mengubah keduanya, ternyata cinta masa kecil masih tersimpan dihati mereka.
Waktu menjadikan pilar wanita yang tegar dan mandiri, sedangkan cinta pertamanya menjelma menjadi pemimpin yang tampan dan karismatik. Pilar telah belajar mengendalikan perasaan-perasaannya dengan sangat baik, sementara kekasihnya memilih religi sebagai pelarian bagi konflik-konflik batinnya. Tapi apa yang terjadi ketika ia bertemu dengan kekasihnya setelah sebelas tahun berpisah? Setelah bertemu di sebuah acara formal yang berlangsung di Madrid, Sebastian mengajak Pilar untuk menemaninya ke Bilbao, kemudian Saint Savin, sebuah desa kecil di dekat perbatasan Spanyol-Prancis.
Dengan sejuta harapan, dibawa dirinya untuk melakukan  perjalanan selama 4 jam dari Zaragoza ke Madrid. Hanya untuk kembali mengenang masa lalu, mendengarkan suara pria dari masa lalunya, menatap wajah tampan pria dari masa lalunya. Pertemuan setelah sebelas tahun tersebut membawanya ke dalam petualangan dalam memahami cinta dan kehidupan. Sepanjang perjalanan, terjadi percakapan di antara keduanya. Sebastian menceritakan apa yang sudah dan sedang ia lakukan pada tahun-tahun belakangan ini kepada Pilar, sedangkan Pilar mencoba menggali kembali ingatan Sebastian mengenai kejadian-kejadian yang pernah terjadi pada saat mereka kecil. Di samping percakapan interpersonal tersebut, Sebastian dan Pilar juga mengalami percakapan intrapersonal dengan diri mereka masing-masing mengenai cinta dan masa depan. Terjadi konflik di dalam hati keduanya. Sebastian bimbang, apakah ia akan menjadi pastor dan tidak menikah selama hidupnya ataukah dia kembali mengejar cinta masa kecilnya.
Pilar pun juga mengalami dilema. Disatu sisi ia masih mencintai Sebastian karena pria itu telah membuatnya dekat dengan Tuhan, namun disisi lain rasanya ia ingin sekali mengubur harapannya bersama Sebastian karena Sebastian yang ia kenal kini bukanlah Sebastian yang ia kenal dulu. Sebastian yang ia kenal kini telah menjadi seorang tokoh pemuka agama. Pilar tak ingin menjadi penghalang untuk cita-citanya Sebastian.   
Perjalanan tidak mudah, sebab dipenuhi oleh sikap menyalahkan dan penolakan yang muncul kembali setelah lebih dari sepuluh tahun terkubur dalam-dalam di hati mereka. Konflik batin dalam diri Sebastian dan Pilar berlangsung sepanjang perjalanan dari Madrid, Bilbao, Saint Savin hingga berujung di Biara Piedra. Saat itu Sebastian membujuk Pilar untuk bersamanya dan pada akhirnya, di tepi sungai Piedra, cinta mereka sekali lagi dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan terpenting yang bisa disodorkan oleh kehidupan. Sebastian meraih tangan Pilar untuk membawa hidup bersamanya.

Komentar:
Novel ini bercerita tentang penyerahan diri bahwa jodoh di tangan Tuhan. Waktu dan jarak tidak menjadi alasan untuk tidak berjodoh, kalau memang jodoh takkan lari kemana. Novel ini juga menyisipkan sisi pritual. Dalam pemilihan kata-kata di novel ini sangat lah rumit, mungkin ini yang menjadi salah satu kekurangannya. Memang bagus dan sangat sastrawi kalimat-kalimatnya tapi akan terjadi kesalah pahaman jika tidak di cerna dengan baik. Disini juga bisa dilihat bahwa terkadang wujud cinta tidak mesti ada ikatan khusus melainkan membiarkan sang kekasih hati mengejar takdirnya. Ada cinta, ada konflik, dan ada takdir.

Referensi:
 http://majalahkatajiwa.wordpress.com/2012/02/21/by-the-river-piedra-i-sat-down-and-wept/

1 komentar:

  1. Suka sekali dgn novel ini. Tapi bingung di ending cerita, yg meninggal itu siapa?

    BalasHapus